Saturday, May 23, 2009

(i) Kelemahan Demokrasi Dalam Memilih Pemimpin

HAMPIR semua pemerintah atau pemimpin di dunia kini baik orang Islam atau bukan, telah naik melalui pilihanraya. Yakni hasil pemilihan rakyat jelata di hari pemilihan yang dilakukan beberapa tahun sekali. Pemimpin manapun yang mendapat suara lebih dari yang lain, dialah yang naik menjadi pemerintah untuk negara tersebut. Cara pemilihan pemimpin yang seperti itu adalah cara Barat yang menganut ideologi liberal kapitalisme, yang mempraktikkan sistem demokrasi terbuka.
Hal seperti itu jauh berbeda dengan Islam yang merujuk pada Al Quran, Hadis dan ulil amri (ahlul halli wal ‘aqdi). Dalam Islam, pemilihan pemimpin dibuat berdasarkan sistem demokrasi terpimpin. Artinya, mereka dipilih dari kalangan beberapa orang yang menjadi intipati masyarakat yang disebut ahlul halli wal ‘aqdi. Di antara cara Islam dan cara Barat itu, terdapat perbezaan yang jauh. Kita akan membandingkan kedua hal itu supaya kita dapat melihat kebenaran dan kebijaksanaan sistem Islam.
1. Kita telah difahamkan bahwa melalui pemilihan umum, pemimpin yang naik adalah pilihan majoriti rakyat jelata. Padahal bila diamati, hal itu tidak semestinya terjadi.
Misalnya dua orang calon bertanding di kawasan yang memiliki 10 ribu pemilih. A mendapat 4500 suara, B mendapat 4000 suara dan yang tidak memilih 1500. Perbezaan antara keduanya cuma 500 suara saja. Tetapi yang tidak memilih sebanyak 1500. Artinya A cuma diterima oleh 4500 orang rakyatnya. Sedangkan 5500 lagi menolak kepemimpinannya. Hal itu sebenarnya akan membentuk satu pemerintahan yang tidak stabil. Negaranya mudah goyang.
Keadaan akan menjadi lebih malang kalau terjadi seperti ini: terdapat tiga orang calon yang bertanding di kawasan yang pemilihnya ada 10 ribu orang. Keputusannya,
A dapat 3300 suara
B dapat 3300 suara
C dapat 3400 suara
Artinya C menang dengan penyokongnya 3400 sedangkan penentangnya kalau ditambahkan antara dua calon yang lain ialah 6600. Secara demokrasi, Bagaimana dapat dipastikan bahwa dia naik atas dukungan majoriti? Kerana penentangnya lebih banyak daripada pendukung. Cuba gambarkan dalam sebuah negara yang penyokongnya sedikit dan penentangnya banyak, bagaimana negara itu akan stabil? Huru-hara selalu terjadi dan kerajaan dapat tumbang dengan mudah.
2. Melalui sistem pemilihan umum, semua rakyat disuruh memilih pemimpin termasuklah orang tua yang sudah uzur, orang buta, orang jahil, orang jahat, perempuan dan orang-orang yang tidak tahu-menahu mengenai pemimpin dan kepemimpinan.
Orang-orang seperti itu turut menentukan corak kepemimpinan negara. Saya yakin, di sebagian negara (yang tidak berpendidikan) 95% dari pemilih yang memilih itu tidak tahu-menahu tentang dasar pemerintahan parti yang didukungnya. Apakah keputusan mereka menjamin kebaikan dalam pemerintahan? Kalaulah satu parti itu menang hasil dukungan orang-orang jahil itu, apakah parti itu dapat berbangga? Padahal yang menentangnya adalah dari kalangan cerdik pandai yang dapat menilai sekalipun jumlahnya minoriti
3. Hari ini bermacam-macam golongan manusia yang turut memilih. Golongan peniaga, petani, buruh, nelayan, cendekiawan, budayawan, seniman, artis, olahragawan, pegawai-pegawai dan lain-lain yang datangnya dari berbagai bangsa dan kaum minoriti. Masing-masing golongan mempunyai niat masing-masing. Mereka memilih satu parti bukan karena menyokong dasar parti itu. Tetapi kerana marah pada parti lawan.
Sebab itu bila parti yang disokongnya menang, maka mereka akan menuntut keinginan mereka masing-masing. Sepuluh golongan, sepuluh perkara yang diminta. Sekalipun yang diminta itu membebankan pemerintah dan rakyat, namun terpaksa dilakukan. Dasar parti yang sebenarnya hilang tenggelam. Pemerintah tidak dapat mewarnai negara tetapi rakyatlah yang melakukannya. Pemerintah terpaksa menuruti kehendak-kehendak golongan tadi, bukan menuruti dasar partinya serta kepentingan umum. Lebih-lebih lagi kepentingan ALLAH dan Rasul.
4. Bila pemilih itu tidak faham dasar parti yang didukungnya, mereka juga tidak dapat menilai segala penyelewengan yang dibuat oleh pemerintah.
Ertinya, mereka tidak dapat menegur atau memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal itu membuat pemerintah dapat melakukan apa saja dengan sewenang-wenang. Di situ mungkin ada orang berkata, “Itulah perlunya orang-orang yang baik menjadi calon”. Saya jawab begini, “Orang baik, tidak pernah mencalonkan diri. Kenaikan mereka adalah karena ditonjolkan oleh orang lain melalui cara yang bersih”. Yaitu melalui ahlul halli wal ‘aqdi. Lagi pula mana boleh orang-orang baik yang menang kalau majoriti rakyat yang memilih jahat-jahat belaka?
5. Sebagian orang yang mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin adalah orang-orang politik yang kebolehan istimewanya adalah pandai berpidato.
Pembicaraannya membangkitkan semangat dan mempesona orang yang mendengar serta pandai mencari kesalahan-kesalahan dan menuduh orang lain. Ertinya, dia mengaku dirinya baik dan bukan orang lain yang membuat pengakuan tentang kebaikannya. Maka jadilah dia tokoh besar. Perangainya tak difikirkan oleh orang, cara hidupnya tidak diperhatikan, agamanya atau takwanya tidak dipedulikan, ilmu, pengalaman, kecerdikan dan karisma kepemimpinannya tidak diperhitungkan, kreativiti dan buah fikirannya tidak dinilai, keturunan, latar belakang dan pendidikan yang diterima tidak diperdulikan.
Pendek kata, syarat-syarat untuk menjadi pemimpin cuma dinilai pada pandai berpidato, pandai berbicara dan pandai membicarakan kejahatan orang lain saja. Sedangkan memimpin itu bukannya untuk berbicara atau mengejek orang saja.
Sebaliknya memimpin ialah:
a. Mendidik manusia agar menjadi hamba ALLAH dan khalifahNya. Yakni menjadi abid dan mujahid. Menjadi orang dunia dan Akhirat. Bukan dunia saja dan bukan Akhirat saja. Untuk itu pemimpin mesti memiliki ilmu dan pengalaman mendidik yang cukup.
b.Memimpin atau memandu rakyat untuk membangun tamadun insaniah dan tamadun material dalam negara. Semua tenaga manusia hendak digembleng agar sama-sama membangun dan menciptakan tamadun. Jangan ada yang tercicir, menganggur dan hidup tanpa tujuan. Dan jangan sampai negara terlantar, berhutang, dipermainkan atau huru-hara.
c. Menjawab 1001 macam masalah yang timbul dari masa ke masa dan menjawab 1001 tanda tanya yang timbul dalam masyarakat. Kalau hal-hal seperti itu tidak diselesaikan, negara akan kusut dan kucar-kacir. Maka untuk itu seorang pemimpin perlu mendapat pertolongan dari ALLAH secara nyata atau ghaib dan mendapat ilmu ilham dari ALLAH untuk menjawab setiap persoalan. Di mana semua itu hanya diberi kepada pemimpin yang bertakwa.
Firman ALLAH:
Barang siapa yang bertaqwa kepada ALLAH niscaya ALLAH lepaskan dia dari masalah hidup dan memberi rezeki dari sumber yang tidak diduga (Ath Thalaq: 2-3)
Bertaqwalah kepada ALLAH, niscaya ALLAH akan mengajar kamu. (Al Baqarah: 282)
ALLAH menjadi pembela (penolong) orang yang bertaqwa. (Al Jasiyah: 19)
Barangsiapa yang bertakwa akan terlepas dari kejahatan (musuh). (Ath Thalaq: 5)
d. Pemimpin hendaklah menjadi peribadi contoh di mana dengan melihat kehidupan pemimpin, rakyat dapat meniru. Untuk itu pemimpin mesti bagus ibadahnya dan akhlaknya seperti merendah diri, pemurah, sabar, lapang dada, zuhud, pemaaf, pengasih, berani, jujur, ikhlas, gigih berjuang dan berkorban dan macam-macam sifat baik lagi. Untuk itu, pemimpin mesti bertakwa. Hanya takwa yang dapat mengawal dan mendorong akhlak yang baik itu dari kejahatan nafsu dan syaitan.
e. Merancang dan memberi panduan serta idea untuk pembangunan. Untuk itu pemimpin mesti memiliki idea, buah fikiran, strategi dan kreatif. Pemimpin tidak boleh emosional, berfikiran buntu, gopoh-gopoh, lemah jiwa, merajuk, putus asa dan lembam. Fikiran mesti tajam, jiwa mesti kuat, perasaan halus dan fizikal tangkas. Sebab itu dalam Islam, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Selain itu kerana otaknya tidak terlalu tajam untuk menjangkau kemungkinan-kemungkinan masa depan atau yang tersirat, fizikalnya juga mudah lemah dan emosionalnya tinggi. Kaum lelaki juga kalau sifatnya demikian tidak layak menjadi pemimpin walaupun ia pandai berbicara dan ijazahnya tinggi.
f. Kebijaksanaan menewaskan musuh. Kita tidak mungkin mengelak dari orang-orang yang mahu menjatuhkan kita. Musuh tidak boleh disalahkan karena memang itu kerjanya. Yang penting kita mesti menewaskan dia. Pemimpin mesti licik dan bijaksana dalam menghadapi musuh. Sekali lagi, pimpinan ALLAH dalam hal ini sangat penting. Untuk itu takwa juga yang menjadi syaratnya. Sayidina Umar berkata, “Aku lebih takut pada dosa-dosamu daripada musuh- musuhmu. Sebab bila kamu berdosa, ALLAH akan membiarkanmu kepada musuhmu.”
Lihatlah, betapa beratnya kerja pemimpin. Tidak boleh dibuat senang-senang dan oleh sembarang orang. Kerana itu, memimpin tidak boleh menjadi rebutan dan diperdagangkan. Sebab hanya boleh dibuat oleh orang-orang khusus, yang memang dikurniakan kebolehan dari Allah, orang yang terdidik dan dipimpin oleh ALLAH. Otaknya tajam, jiwanya tahan bagaikan besi baja. Akhlaknya terbentuk dari kecil, strateginya licik fikirannya tembus dan kecenderungan memimpin bukan untuk kepentingan atau dilantik dengan resmi di majlis permusyawaratan.
Orang seperti itu, kalaupun tidak dilantik, dia boleh memimpin. Orang lain tidak boleh merebut dan mencuri kebolehannya memimpin. Orang seperti itu diangkat menjadi pemimpin bukan dengan jari atau suara tapi dikehendaki oleh hati. Orang suka dengan kepemimpinannya bukan hasil pidatonya atau memperjualbelikan suara. Hasil dari kerja kepemimpinan yang sudah dibuktikan, manusia akan merasa berhutang budi kerana kerja dan jasa kepemimpinannya, sebelum ia dilantik menjadi pemimpin resmi.
6. Bila orang itu mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin sementara rakyat belum yakin dengan kebolehannya, kerana belum terbukti bahwa ia adalah pemimpin, maka ia mesti berlakon menjadi pemimpin. Ia akan mengangkat-angkat diri dan membuat janji-janji manis yang tidak ada jaminan untuk dilaksanakan. Ia juga mesti menghina pihak lawan yang menentang pencalonannya. Karena takut kalah, demi mendapatkan suara, kerja-kerja pidatonya dan membeli suara terpaksa dilakukan. Perebutan sengit itu tidak mungkin selamat dari riya’, ujub, sombong, benci, dendam, marah, tipu, berpura-pura, hasad dengki, menyebut-nyebut janji muluk yang palsu dan mazmumah lain. Ia juga akan memfitnah, mencerca, mengejek dan lain-lain.
Alangkah kotornya jalan itu. Alangkah bahaya dan jahatnya. Orang Barat pun mengakui dengan ungkapan Politic is a dirty game. Yang kalah akan merasa terhina dan yang menang membusung dada. Rasa sengketa tidak akan terkikis dari jiwa-jiwa mereka. Kepemimpinan seperti itu mustahil akan dapat mewujudkan perpaduan yang murni dan kerja sama yang baik. Sepanjang masa, pemimpin akan merasakan pimpinannya senantiasa ditentang dan kedudukannya terancam. Lalu dia akan sentiasa mencari jalan untuk mempertahankan kedudukan. Tugas kepemimpinan sudah menjadi barang yang diperebutkan untuk kepentingan peribadi dan duniawi semata-mata.
7. Untuk mempertahankan kerusi yang dibeli tadi, pemimpin juga sanggup membuat apa saja sekalipun menindas, menipu, mengancam dan menghukum. Pihak lawan akan dianaktirikan dan pendukung terpaksa dijaga hatinya. Kehendak pendukung mesti ditunaikan sekalipun hati nurani tidak setuju. Ertinya rakyat yang menentukan corak pemerintahan. Pemimpin ikut saja. Pemimpin dididik oleh rakyat. Maklumlah dia wakil rakyat dan bukan wakil ALLAH.
Sering terjadi dua parti yang berbeza dasarnya, bekerja sama untuk menentang parti pemerintah yang juga berbeza dasarnya. Mengapa sekarang boleh mendukung seseorang dan menentang yang lain? Sedangkan kedua-duanya tidak sefaham dengannya. Itu tandanya mereka berjuang bukan untuk mempertahankan dasarnya, tapi lebih bermotif untuk menang dan mendapat kedudukan.
8. Pemerintah yang naik melalui suatu parti politik pasti tidak selamat dari sentimen kepartian. Yakni akan mengutamakan orang-orang partinya dengan menganaktirikan rakyat yang lain, yang tidak separti dengannya. Sudah tentu golongan-golongan lain tidak puas. Keadilan dan perpaduan sebenarnya tidak dapat ditegakkan selama-lamanya.
Hal ini terbukti dalam pengalaman kita yang sudah sekian lama hidup dalam negara yang mengamalkan demokrasi Barat ini. Parti pemerintah belum terbukti dapat membuat semua atau majoriti rakyat mengakui dan membantu dasar yang diperjuangkan. Sedangkan dalam pemerintahan Islam, orang bukan Islam pun terima dan bekerja sama menjayakan kemajuan.
9. Biasanya pemimpin atau pemerintah yang ditunjuk oleh jari ini, mereka tidak dicintai dengan kasih murni dari hati. Kasih rakyat pada mereka kalaupun ada adalah kerana kepentingan-kepentingan jabatan, gaji atau subsidi yang diharapkan. Ketaatan yang diberikan, hanya di depannya saja. Sedangkan di belakang mereka, rakyat menipu dan durhaka.
Sebab itu pemimpin tersebut, kalau berbuat salah walaupun secara tidak sengaja mereka akan dicaci maki dan dijatuhkan. Rakyat mudah melupakannya apalagi kalau sudah tidak berkuasa. Baru saja pencen, hidup mereka sudah terbuang, tersisih dan terhina. Bila mereka mati langsung dilupakan orang. Maqamnya tidak diziarahi. Padahal pemimpin-pemimpin Islam, maqamnya diziarahi walaupun meninggal dunia sudah beribu tahun. Kalau seperti itulah demokrasi Barat, untuk apa lagi dipertahankan dan diperjuangkan? Kalau sudah nyata kotor, buruk dan jahat, mengapa diikuti? Tidakkah yang menerimanya itu ertinya memiliki sifat yang sama juga?
10. Satu lagi keburukan demokrasi adalah memungkinkan dilantiknya musuh untuk menjadi pemimpin. Yakni musuh melobi untuk menjadi calon. Karena pandainya berkampanye, dia menang untuk menjadi pemimpin kepada rakyat.
11. Di satu kawasan yang mayoritas orangnya jahat, maka wakil yang naik atas suara mayoritas itu pun biasanya orang jahat. Kalaupun orang baik menjadi calon di sana, pasti kalah.

0 comments:

Post a Comment