Friday, May 15, 2009

Berkorban Perasaan Adalah Suatu JIHAD

Semua manusia pasti memiliki perasaan, hanya saja kadarnya berbeda-beda, ada yang kuat ada yang lemah. Perasaan adalah rasa-rasa yang terletak di hati nurani insan.Perasaan-perasaan itu seperti rasa kasih, rasa cinta, rasa benci, rasa jijik, rasa simpati, rasa marah, rasa dendam, rasa rindu, rasa malu, rasa megah, rasa sombong, rasa takut, rasa serba salah, rasa kecewa, dll.
Perasaan-perasaan yang merupakan fitrah alami manusia, tidak mudah untuk diasuh, dididik, didisiplinkan,dikendalikan dan diurus karena ia ada yang positif, ada yang negatif. Yang positif hendak dilepaskan, yang negatif hendak ditahan.
Melepaskan yang positif adalah satu pengorbanan. Menahan yang negatif adalah juga satu pengorbanan. Mengorbankan perasaan dianggap satu jihad, yakni jihad batin. Bahkan lebih besar lagi daripada jihad-jihad yang lahiriah seperti mengorbankan tenaga, harta dan nyawa.
Jihad yang lahiriah tidak akan terwujud dengan tepat kalau tidak bersumber dan diawali dari jihad yang batin. Dari yang batin inilah mencetuskan yang lahiriah. Kalau yang batin tidak mampu dikorbankan yang lahiriah sudah tentu tidak sanggup dikorbankan. Pengorbanan yang lahiriah adalah implimentasi dari pengorbanan yang batin.
Dengan kata lain, pengorbanan yang lahiriah itu adalah buah dari pengorbanan yang batin yaitu pengorbanan perasaan. Perlu diingat, untuk mendapatkan keredhaan Allah Taala diperlukan pengorbanan. Tidak ada pengorbanan, tidak ada keredhaan. Tidak ada pengorbanan adalah nonsence. Tidak ada pengorbanan adalah angan-angan. Tidak ada pengorbanan, tidak akan ada kejayaan di dunia dan Akhirat.
Mengorbankan perasaan, amat sulit dilakukan.Sungguh perih dan sakit. Sungguh tersiksa dan menyusahkan. Contohnya :
Kita kasih dan sayang pada suami kita. Kita suka dia tinggal di rumah saja untuk membelai kita. Apakah mudah kasih sayang itu kita korbankan untuk mengizinkan dia berjuang di luar rumah. Agar dia dapat menunaikan kewajiban kepada Tuhan di luar rumah walaupun mesti terpisah pada kita beberapa waktu.
Kita marah kepada seseorang. Dapatkah kita korbankan perasaan marah itu hingga kita sudi memberi maaf atau meminta maaf kepada orang itu. Sanggup memberi maaf atau meminta maaf artinya kita sanggup mengorbankan perasaan ego atau sombong kita.
Kita sangat sayang dengan harta kita. Perasaan sayang dengan harta itu kita korbankan dengan cara harta kita itu kita infakkan di jalan Allah. Perasaan itu sudah tentu menyiksa kita.
Kita letih dan penat setelah bekerja seharian. Perasaan kita ingin beristirahat. Ingin bersenang-senang dan memanjakan badan. Tiba-tiba ada tamu datang atau ada tetangga yang memerlukan pertolongan kita. Sanggupkah kita mengorbankan perasaan dengan cara kita hormati tamu atau kita pergi menolong tetangga kita yang memerlukan pertolongan kita itu?
Kita diuji dengan berbagai ujian, miskin, kemalangan, bencana alam. Sudah tentulah hati kita susah. Begitulah perasaan kita di waktu itu. Kalau kita tidak dapat menahan atau mengorbankan perasaan kita, sudah tentu kita akan mengeluh, risau. Fikiran berserabut atau tidak menentu hingga memberi effect di sudut kehidupan kita yang lain. Bahkan dapat menyusahkan orang lain. Sedangkan masalah tidak selesai juga. Bahkan malah dapat menambahkan masalah.

Kalau kita sanggup mengorbankan perasaan kita itu, timbul ketenangan. Fikiran kita stabil. Membuat kerja-kerja lain tidak terganggu. Orang lain pun tidak ikut mendapat kesusahan. Bahkan dengan pengorbanan perasaan kita itu datang simpati orang atau orang pun kasihan.
Kita orang kaya atau berilmu atau berpangkat besar dan berkuasa. Sudah tentu perasaan kita berbunga. Perasaan sombong pun datang. Perasaan megah pun ikut tiba. Kalau kita tidak korbankan perasaan yang telah disebutkan tadi, berapa banyak orang yang tersinggung. Berapa banyak orang yang terzalim. Entah berapa banyak yang mendapat kesusahan. Sudah tentu timbul side effectnya. Yaitu orang akan benci, masyarakat marah. Mungkin akan ada orang yang dendam dan bertindak kepada orang yang menyusahkan itu. Akhirnya kedua pihak tidak selamat. Kedua-dua pihak mendapat kesusahan.
Tapi kalau si kaya atau yang berilmu tadi atau yang berpangkat besar dan mempunyai kuasa sanggup mengorbankan perasaan yang negatif tadi, ia mempunyai side effect yang baik. Orang banyak akan menyayangi, masyarakat menghormati, orang memberi hati dan jiwa. Artinya sama-sama menerima faedah. Sama-sama mendapat kasih sayang, sama-sama harmoni. Itulah dia kelebihan mengorbankan perasaan.
Oleh karena itu, mengorbankan perasaan adalah rahasia segala kebaikan. Dari mengorbankan perasaan itu lahir kasih sayang, lahir kesabaran, lahir simpati, lahir pembelaan, lahir tolong-menolong, lahir ukhwah, lahir keredhaan. Maka karena itu, mengorbankan perasaan itu adalah satu jihad. Karena nafsu terpaksa dilawan. Melawan nafsu lebih besar daripada jihad di medan perang. Oleh itu mengorbankan perasaan amat perlu dilakukan.
Kalau perasaan tidak sanggup dikorbankan, sifat sabar tidak akan dapat dimiliki. Apatah lagi sifat redha. Tidak sanggup mengorbankan perasaan, kita akan jadi pemarah. Tidak sanggup mengorbankan perasaan, toleransi tidak akan terwujud. Tidak sanggup mengorbankan perasaan, tolong-menolong, rasa simpati, ukhuwah, keharmonian,keamanan, kedamaian, semuanya tidak akan terwujud. Artinya mengorbankan perasaan itu sangat besar artinya di dalam kehidupan masyarakat atau di dalam kehidupan manusia.
Oleh itu mari kita minta selalu kepada Tuhan hidayah dan taufik-Nya agar kita mampu mengorbankan perasaan, agar segala perkara lahiriah yang kita miliki dapat kita korbankan demi keredhaan Tuhan.

0 comments:

Post a Comment